VOA
Karena Beda Agama, Slamet Jumiarto Ditolak Tinggal di Desa Pleret Bantul

Timotius Apriyanto, Sekretaris Forum Persaudaraan Umat Beragama (FPUB) di Yogyakarta menilai, penolakan pendatang non-muslim di Pleret sebagai bentuk proteksi warga melalui penguatan akidah agama, dan mengakibatkan pemahaman tentang toleransi yang keliru. Mereka memahami toleransi sebatas tidak menyerang pihak lain.
“Di Pleret ini seratus persen warganya beragama Islam dan mereka merasa tidak nyaman kalau ada warga baru yang agamanya diluar Islam untuk hal-hal yang berkaitan dengan Syariah yaitu dengan munculnya orang-orang beragama selain Islam akan muncul gangguan-gangguan.
Pemahaman yang seperti ini yang harus kita ubah, dan itu terjadi bukan hanya di masyarakat bahkan aparat, mereka masih memiliki pemahaman yang rendah tentang toleransi. Saya melihat ada benturan, di satu sisi saya sudah toleran menurut versi saya sedang di dunia aktifis itu seolah-olah sesuatu yang besar,†ujar Tomotius.
Untuk mencari solusi, Timotius Apriyanto mengusulkann untuk dilakukan upaya yang ia sebut sebagai “audit-sosial.†Pendekatan yang kurang tepat justru akan mereka semakin resisten.
“Kita perlu melakukan apa yang kita sebut sebagai Audit-Sosial, kita melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap kehidupan sosial di masyarakat mulai dari kebijakannya, aparat pemerintahan maupun ASN (Aparat Sipil Negara). Tentang pemahaman dalam kaitan mulai dengan kebebasan keberagaman sampai dengan praksis kebijakan ini, harus ada lembaga kredibel yang menegakkan audit sosial ini,†imbuhnya.
Fatoni, Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Bantul yang ikut hadir dalam pertemuan mediasi dengan pemangku kepentingan di Pleret mengatakan, warga setempat akhirnya mengakui kekeliruan dalam membuat aturan lokal dan sepakat untuk mencabut.
“Dari kedua pihak maupun masyarakat sangat menyesal karena warga merasa teledor dalam membuat peraturan yang unsur SARA-nya nampak sekali dan mereka meminta maaf. Terus, yang diambil keputusan ya dicabut peraturan itu sehingga tidaka berlaku lagi dan pak Slamet masih diizinkan tinggal di RT 08 dan masyarakat melindungi,†ungkap Fatoni.
Fatoni menambahkan, pemerintah Kabupaten Bantul dan DIY akan segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap praktek intoleransi di masyarakat.
“Ini akan kita evaluasi dan akan segera Surat Edaran sampai nanti ada peraturan atau kesepakatan yang berbau SARA itu. Kami juga menjalankan perintah dari Bupati agar di seluruh kabupaten Bantul segera kita evaluasi terkait dengan aturan-aturan ini dan kita konsultasikan dengan pakar, bupati dan gubernur untuk memberikan solusi-solusi jangka panjang kedepan,†pungkasnya. (ms/em//kk/voa)
Editor : KK
